Jumat, 27 Desember 2013
Wati S & Yoyo S - Ora Salah
YOYO S & WATI S - ORA SALAH
Tarling Tengdung "Darma Muda"
Pimpinan : Yoyo Suwaryo
01. Ora Salah
02. Pada Enake
03. Tingeling
04. Macem-macem Rayuan
05. Bisik Asik
06. Pengen Ketemu
07. Waspada
08. Belajar Sabar
Label:
*Tarling Teng-Dung,
Wati S.,
Yoyo S.
Sandiwara Indra Putra - Syekh Siti Jenar Gugur
SANDIWARA INDRA PUTRA
Alamat : Desa Cangkingan Kec.Kedokan Bunder Kab.Indramayu
Pimpinan : D.Kardono
Sinden : H.Aam Kaminah
Lakon : Syekh Siti Jenar Gugur
Pelaku :
- Salmin
- Hely Diana Kosim
- Imah Sukimah Mukaram
- Ibnu Kholdum
- Timbul Glembo
- Sutarjo
DOWNLOAD
Label:
*Sandiwara,
Indra Putra
Kamus Tembung Jawa
Download Software Kamus Tembung Jawa
Ngoko-Krama Madya-Krama Inggil v.1 karya Feriawan Agung Nugroho.
software kamus ini merupakan kamus yang sangat kreatif dan terbilang
lumayan bagus, karena didalamnya mengandung beberapa pilihan
bahasa-bahasa yang dipake orang jawa dari yang Krama Madya maupun Krama
inggil yaitu bahasa halus bagi orang jawa sehingga kita bisa dengan
mudah mempelajari bahasa jawa halus yang lebih sopan dalam berkomunikasi
dengan sesama orang jawanya. manarik bukan ?
DOWNLOAD (4,06 MB)
DOWNLOAD (4,06 MB)
Label:
Kamus Bahasa Jawa
Rabu, 18 Desember 2013
Aseng Suarsih - Kiser Saidah
ASENG SUWARSIH - KISER SAIDAH
Juru Kawih : Aseng Suwarsih
Juru Kendang : M. Yunus
1. Kiser Saidah
2. Loloran
3. Jali-jali
4. Eling-eling
5. Trombelan - Naek Dermayon
6. Macan Ucul
7. Bendrong Petit
Label:
*Jaipongan,
Aseng Suwarsih
Jumat, 13 Desember 2013
Rabu, 11 Desember 2013
VA - Bali: Gamelan & Kecak
Tracks:
1 - Opening Parade, Bali Arts Festival - 12:18
2 - Gamelan Gong Sekaha Sadha Budaya - 10:41
3 - Genggong Duet - Artika, Meji - 2:33
4 - Genggong Batur Sari, Batuan - 4:11
5 - Gamelan Salunding, Tenganan - 7:52
6 - Sadha Budaya Gamelan Gong Suling - 6:06
7 - Gender Wayang: Sukawati - Balik, Loceng, Nartha, Sarga - 7:34
8 - Sekaha Ganda Sari, Bona - 8:07
9 - Gamelan Gong Kebyar Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Den Pasar - 12:48
CROOTT
Selasa, 10 Desember 2013
Kolintang
Kolintang
merupakan alat musik khas dari Minahasa (Sulawesi Utara) yang mempunyai
bahan dasar yaitu kayu yang jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi yang
cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah seperti
kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang
agak ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa
membentuk garis-garis sejajar).
Kata
Kolintang berasal dari bunyi : Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi)
dan Tang (nada tengah). Dahulu Dalam bahasa daerah Minahasa untuk
mengajak orang bermain kolintang: "Mari kita ber Tong Ting Tang" dengan
ungkapan "Maimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul nama
"KOLINTANG” untuk alat yang digunakan bermain.
Pada
mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang
diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di
tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya
waktu kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau
kadang-kadang diganti dengan tali seperti arumba dari Jawa Barat.
Sedangkan penggunaan peti sesonator dimulai sejak Pangeran Diponegoro
berada di Minahasa (th.1830). Pada saat itu, konon peralatan gamelan dan
gambang ikut dibawa oleh rombongannya.
Adapun
pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional
rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan
pemujaan arwah para leluhur. Itulah sebabnya dengan masuknya agama
kristen di Minahasa, eksistensi kolintang demikian terdesak bahkan
hampir menghilang sama sekali selama ± 100th.
Sesudah
Perang Dunia II, barulah kolintang muncul kembali yang dipelopori oleh
Nelwan Katuuk (seorang yang menyusun nada kolintang menurut susunan nada
musik universal). Pada mulanya hanya terdiri dari satu Melody dengan
susunan nada diatonis, dengan jarak nada 2 oktaf, dan sebagai pengiring
dipakai alat-alat "string" seperti gitar, ukulele dan stringbas.
Tahun 1954 kolintang sudah dibuat 2
½ oktaf (masih diatonis). Pada tahun 1960 sudah mencapai 3 ½ oktaf
dengan nada 1 kruis, naturel, dan 1 mol. Dasar nada masih terbatas pada
tiga kunci (Naturel, 1 mol, dan 1 kruis) dengan jarak nada 4 ½ oktaf
dari F s./d. C. Dan pengembangan musik kolintang tetap berlangsung baik
kualitas alat, perluasan jarak nada, bentuk peti resonator (untuk
memperbaiki suara), maupun penampilan.
Saat ini Kolintang yang dibuat sudah mencapai 6 (enam) oktaf dengan chromatisch penuh.
Peralatan & CARA MEMAINKAN
Setiap
alat memiliki nama yang lazim dikenal. Nama atau istilah peralatan
Musik kolintang selain menggunakan bahasa tersebut diatas juga memiliki
nama dengan menggunakan bahasa Minahasa, dan untuk disebut lengkap alat
alat tersebut berjumlah 9 buah. Tetapi untuk kalangan professional,
cukup 6 buah alat sudah dapat memainkan secara lengkap. Kelengkapan alat
tersebut sebagai berikut:
B - Bas = Loway
C - Cello = Cella
T - Tenor 1 = Karua
- Tenor 2 = Karua rua
A - Alto 1 = Uner
- Alto 2 = Uner rua
U - Ukulele/Alto 3 = Katelu
M - Melody 1 = Ina esa
- Melody 2 = Ina rua
- Melody 3 = Ina taweng
MELODY
Fungsi
pembawa lagu, dapat disamakan dengan melody gitar, biola, xylophone,
atau vibraphone. Hanya saja dikarenakan suaranya kurang panjang, maka
pada nada yang dinginkan; harus ditahan dengan cara menggetarkan
pemukulnya( rall). Biasanya menggunakan dua pemukul, maka salah satu
melody pokok yang lain kombinasinya sama dengan orang menyanyi duet atau
trio (jika memakai tiga pemukul). Bila ada dua melody, maka dapat
digunakan bersama agar suaranya lebih kuat. Dengan begitu dapat
mengimbangi pengiring (terutama untuk Set Lengkap) atau bisa juga
dimainkan dengan cara memukul nada yang sama tetapi dengan oktaf yang
berbeda. Atau salah satu melody memainkan pokok lagu, yang satunya lagi
improvisasi.
CELLO
Bersama
melody dapat disamakan dengan piano, yaitu; tangan kanan pada piano
diganti dengan melody, tangan kiki pada piano diganti dengan cello.
Tangan kiri pada cello memegang pemukul no.1 berfungsi sebagai bas,
sedangkan tangan kanan berfungsi pengiring (pemukul no.2 dan no.3). Maka
dari itu alat ini sering disebut dengan Contra Bas. Jika dimainkan pada
fungsi cello pada orkes keroncong, akan lebih mudah bila memakai dua
pemukul saja. Sebab fungsi pemukul no.2 dan no.3 sudah ada pada tenor
maupun alto.
TENOR I & ALTO I
Keenam buah pemukul dapat disamakan dengan enam senar gitar.
ALTO II & BANJO
Sebagai ukulele dan "cuk" pada orkes keroncong.
ALTO III (UKULELE)
Pada
kolintang, alat ini sebagai ‘cimbal’, karena bernada tinggi. Maka
pemukul alto III akan lebih baik jika tidak berkaret asal dimainkan
dengan halus agar tidak menutupi suara melody (lihat petunjuk pemakaian
bass dan melody contra).
TENOR II (GITAR)
Sama dengan tenor I, untuk memperkuat pengiring bernada rendah.
BASS
Alat ini berukuran paling besar dan menghasilkan suara yang paling rendah.
Lengkap (9 pemain) :
Melody - Depan tengah
Bass - Belakang kiri
Cello - Belakang kanan
Alat yang lain tergantung lebar panggung (2 atau 3 baris) dengan memperhatikan fungsi alat (Tenor & Alto).
NADA NADA DASAR
Nada nada dalam alat kolintang sebagai berikut:
C = 1 3 5 Cm = 1 2 5
D = 2 4 6 Dm = 2 4 6
E = 3 5 7 Em = 3 5 7
F = 4 6 1 Fm = 4 5 1
G = 5 7 2 Gm = 5 6 2
A = 6 1 3 Am = 6 1 3
B = 7 2 4 Bm = 7 2 4
Sedangkan chord lain, yang merupakan pengembangan dari chord tersebut diatas, seperti C7 = 1 3 5 6, artinya nada do diturunkan 1 nada maka menjadi le . Sehingga saat membunyikan 3 bilah dan terdengar unsur bunyi nada ke 7 dalam chord C, maka chord tersebut menjadi chord C7. Demikian pula dengan chord yang lain.
CARA Memegang pemukul/ stick kolintang
Memegang Pemukul Kolintang, memang tidak memiliki ketentuan yang baku, tergantung dari kebiasaan dan kenyamanan tangan terhadap stik. Tetapi umumnya memegang stick kolintang dilakukan dengan cara :
No. 1 Selalu di tangan kiri
No. 2 Di tangan kanan (antara ibu jari dengan telunjuk)
No.
3 Di tangan kanan (antara jari tengah dengan jari manis) – agar pemukul
no.2 dapat digerakkan dengan bebas mendekat dan menjauh dari no.3,
sesuai dengan accord yang diinginkan. Dan cara memukul dan disesuaikan
dengan ketukan dan irama yang diinginkan, dan setiap alat memiliki, ciri
tertentu sesuai fungsi didalam mengiringi suatu lagu. Pada alat Bass
dan alat Melody umumnya hanya menggunakan 2 stick, sehingga lebih mudah
dan nyaman pada tangan.
( Nomor nomor tersebut diatas telah tertera disetiap pangkal pemukul stick masing masing alat kolintang)
Teknik Dasar memainkan stick pada bilah kolintang sesuai alat dan jenis irama
Dari
sekian banyak irama dan juga lagu yang ada, beberapa lagu sebagai
panduan untuk memainkan alat musik kolintang disertakan dalam materi
ini. Seperti:
- Sarinande
- Lapapaja
- Halo halo Bandung
- Besame Mucho
Lagu
lagu tersebut memiliki tingkat kesulitan yang berbeda baik chord dan
irama. Lagu lagu tersebut telah dilengkapi dengan partitur serta chord/
accord untuk memudahkan memahami alat musik kolintang.
Demikian
pula dengan teknik memukulkan stick pada bilah kolintang. Karena sesuai
irama yang beraneka ragam, maka untuk menghasilkan irama tertentu maka
teknik memukulkan stik pada tiap alat pun berbeda beda. Pada materi ini,
diberikan teknik teknik dasar cara memukulkan stick pada kolintang.
Untuk dapat memahami teknik, dibutuhkan pengetahuan akan harga dan
jumlah ketukan dalam setiap bar nada. Dan berbekal pengetahuan dasar
dasar bermain kolintang ini saja, ditambah dengan bakat individu, maka
grup/ kelompok musik kolintang telah dapat memainkan berbagai jenis lagu
dengan tingkat kesulitan yang variatif secara spontan.
Sumber : www.kolintang.page.tl
Label:
Alat musik,
Kolintang
Senin, 09 Desember 2013
Sandiwara Candra Kirana - Pusaka Setan Kober
Sandiwara Candra Kirana - Pusaka Setan Kober
Gamelan "Candra Kirana" - Gegesik Cirebon
Pimp : Wartaka
Sinden : Nyi Inih Carinih
Pelaku :
Nyi Inih Carinih
Nok Uun Unarih
Gendut (Ramli)
Lengser (Saman)
Gedung Sirara Denok adalah gedung tempat penyimpanan barang2 pusaka milik Kesultanan Cirebon. Syahdan, pada suatu ketika giliran Ki Jebug Angrum / Ki Geden Pekandangan yang mendapat piket menjaga gedung itu. Karena kondisi Ki Jebug Angrum yg sudah tua dan sering sakit, maka Ki Jebug Angrum mengutus putranya, Sutajaya untuk menggantikannya. Maka berangkatlah Sutajaya ke Cirebon.
Pada saat itu, tersiar kabar bahwa siapapun yg menjaga gedung itu pasti tidak akan selamat. Banyak yg jatuh sakit bahkan meninggal setelah menjaga gedung itu. Apakah yg menyebabkannya, tiada seorangpun yg tahu. Dan sebagai bekal untuk keselamatan anaknya, Ki Jebug Angrum membekali Sutajaya dengan keris pusaka Setan Kober.
Malam itu, udaranya sangat dingin. Dan entah mengapa, Sutajaya merasakan kantuk yg amat sangat. Seperti ada hawa mistis yang menyerangnya. Dan tanpa ia sadari, Sutajaya tertidur di depan pintu gedung Silara Denok.
Tiba2 saja dari dalam gedung keluarlah seekor luar naga yg amat besar. Melihat ada manusia yg tertidur, ular naga itu berusaha untuk mengganggu. Tetapi tiba2 saja keris Setan Kober yg terselip di pinggang Sutajaya keluar, dan berubah wujud menjadi denawa (raksasa). Melihat tuannya terancam bahaya, keris Setan Kober berusaha menolong tuannya. Dan terjadilah pertempuran antara Setan Kober dengan naga yg tidak dapat dilihat oleh mata manusia biasa. Pertempuran itu begitu seru, hingga menjelang subuh. Ular naga kalah terdesak oleh Setan Kober. Maka ular naga itu lari menuju ke dalam gedung, dan dikejar oleh Setan Kober hingga masuk kedalam.
Menjelang subuh Sutajaya terbangun, dan mendapatkan kerisnya hilang di pinggangnya. Ia sangat sedih, dan pulang melaporkan hal itu kepada orangtuanya, Ki Jebug Angrum.
Pada saat Sutajaya pulang ke Pekandangan, di Keraton Cirebon geger. Pasalnya, biasanya tak ada seorangpun yg bisa pulang selamat setelah menjaga gedung Silara Denok. Ditambah lagi, di dalam gedung Silara Denok, tampak keris Setan Kober milik Sutajaya menancap di rangka keris Naga Runting. Rupanya, Keris Setan Kober telah berhasil mengalahkan dan mengunci Keris Naga Runting yang suka usil mengganggu penjaga gedung Sirara Denok.
Atas jasa2nya, Sutajaya diberi gelas Raden Mas Sutajaya dan dinikahkan dengan putri dari Sultan Syarifudin, Nyi Mas Pandan Kuning (Sekar Ayu Kedaton).
Label:
*Sandiwara,
Candra Kirana
Selasa, 03 Desember 2013
Sampek (sape') Alat Musik Petik Khas Suku Dayak
Suku Dayak Kayaan memiliki seni musik
yang unik. Suku ini memiliki alat musik yang dinamakan sampek atau
masyarakat Kayaan menyebutnya sape’ kayaan. Sape’ adalah musik petik.
Alat musik sape’ yang dimiliki oleh Dayak Kayaan bentuknya berbadan
lebar, bertangkai kecil, panjangnya sekitar satu meter, memiliki dua
senar/tali dari bahan plastik. Sape jenis ini memiliki empat tangga
nada.
Cara pembuatan sape’ sesungguhnya cukup rumit. Kayu yang digunakan juga
harus dipilih. Selain kayu Pelaik (kayu gabus) atau jenis kayu lempung
lainnya, juga bisa kayu keras seperti nangka, belian dan kayu keras
lainnya. Semakin keras dan banyak urat daging kayunya, maka suara yang
dihasilkannya lebih bagus. Bagian permukaannya diratakan, sementara
bagian belakang di lobang secara memanjang, namun tidak tembus
kepermukaan. Untuk mencari suara yang bagus maka tingkat tebal tipisnya
tepi dan permukannya harus sama, agar suara bisa bergetar merata,
sehingga mengehasilkan suara yang cekup lama dan nyaring ketika dipetik.
Cara memainkannya, berbeda dengan cara memainkan melodi gitar, karena
jari-jari tangan hanya pada satu senar yang sama bergeser ke atas dan
bawah. Biasanya para pemusik ketika memainkan sebuah lagu, hanya dengan
perasaan saja.
Sape’ Kayaan sangat populer karena irama dan bunyi yang dilantunkannya
dapat membawa pendengar serasa di awang-awang. Alat musik sape’ ini
biasa dimainkan ketika acara pesta rakyat atau gawai padai (ritual
syukuran atas hasil panen padi).Musik ini dimainkan oleh minimal satu
orang. Bisa juga dua atau tiga orang. Jenis lagu musik sape’ ini
bermacam-macam, biasanya sesuai dengan jenis tariannya. Misalnya musik
Datun Julut, maka tariannya juga Datun Julut dan sebagainya.
Bermusik itu bermain mengolah rasa. Petikan dawai menghadirkan dentingan
yang memecah kesunyian. Orang Dayak punya rasa bermusik yang tinggi.
Musik tradisional tiga dawai telah mengolah rasa.
Tak jauh dari tangga Betang. Seorang pria separuh baya memegang sebuah
alat musik tradisional khas masyarakat Dayak: sape atau sampe. Pakaian
khas Dayak menghiasi tubuhnya. Ia kemudian memainkan gitar tali tiga
yang digenggamnya.
“Kita bermain dengan rasa. Karena sape tidak sama dengan gitar
kebanyakan. Tidak ada tangga nadanya. Tidak semua orang bisa memainkan
alat musik ini,” kata Stepanus, pemain sape yang berasal dari Kabupaten
Malino, Provinsi Kalimantan Timur.
Sujarni Alloy, peneliti Institut Dayakologi mengungkapkan, sape adalah
sebuah mitologi dalam masyarakat Dayak. Keberagaman suku bangsa, semakin
menambah ciri khas seni dan budaya bermusik. Ia menyebut Dayak Kayaan
dan Kenyah yang memiliki kekhasan bermusik dengan tiga dawai itu.
Dayak Kayaan yang mendiami Kalimantan, baik di Sungai Mendalam,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Sungai Mahakam, Sungai Kayaan
dan sekitarnya di Kalimantan Timur dan Sungai Baram, Telaang Usaan,
Tubau dan sekitarnya Serawak-Malaysia, memiliki seni musik yang unik.
Suku ini cukup besar. Dalam groupnya ada berbagai subKayaan, antara lain
Punan, Kenyah dan Kayaan sendiri. Suku ini memiliki alat musik yang
dinamakan sampek (orang Kayaan menyebutnya Sape’). Sape’ adalah musik
petik yang tidak asing lagi di mata para pelagiat seni baik di Indonesia
maupun Sarawak-Malaysia.
Musik sape’ yang dimiliki oleh Dayak Kayaan terdiri atas dua jenis.
Pertama, berbadan lebar, bertangkai kecil, panjangnya sekitar satu
meter, memiliki dua senar/tali dari bahan plastik. Sape jenis ini
memiliki empat tangga nada. “Orang kerap menyebutnya sebagai sape
Kayaan, karena ditemui oleh orang Kayaan,” kata Alloy.
Sementara satunya berbadan kecil memanjang. Pada bagian ujungnya
berbentuk kecil dengan panjangnya sekitar 1,5 meter. Orang menyebutnya
dengan sape’ Kenyah, karena ditemui oleh orang Kenyah. Sape’ ini
memiliki tangga nada 11-12. Talinya dari senar gitar atau dawai yang
halus lainnya, tiga sampai lima untai.
Dari kedua jenis sape ini, yang paling populer adalah Sape’ Kenyah.
Karena irama dan bunyi yang dilantunkannya dapat membawa pendengar
serasa di awang-awang. Tidak heran pada zaman dulu, ketika malam tiba,
anak muda memainkannya dengan perlahan-lahan baik di jalan maupun
sepanjang pelataran rumah panjang, sehingga pemilik rumah tertidur pulas
karena menikmatinya.
Dengan kekhasan suaranya, konon menurut mitologi Dayak Kayaan, Sape’
Kenyah, diciptakan oleh seorang yang terdampar di karangan (pulau kecil
di tengah sungai) karena sampannya karam di terjang riam. Ketika orang
tersebut yang sampai hari ini belum diketahui siapa sebenarnya, bersama
rekan-rekannya menyusuri sungai, diperkirakan di Kaltim.
Karena mereka tidak mampu menyelamatkan sampan dari riam, akibatnya
mereka karam. Dari sekian banyak orang tersebut, satu di antaranya hidup
dan menyelamatkan diri kekarangan. Sementara yang lainnya meninggal
karena tengelam dan dibawa arus.
Ketika tertidur, antara sadar dan tidak, dia mendengar suara alunan
musik petik yang begitu indah dari dasar sungai. Semakin lama dia
mendengar suara tersebut, semakin dekat pula rasanya jarak sumber suara
musik yang membuatnya penasaran.
Sepertinya dia mendapat ilham dari leluhur nenek moyangnya. Sekembali ke
rumah, dia mencoba membuat alat musik tersebut dan memainkannya sesuai
dengan lirik lagu apa yang didengarnya ketika di karangan. Mulai saat
itulah Sape’ Kenyah mulai dimainkan dan menjadi musik tradisi pada suku
Dayak Kenyah, hingga ke group Kayaan lainnya. Kini Sape” Kenyah itu
bukanlah alat musik yang asing lagi.
Ketika acara pesta rakyat atau gawai padai (ritual syukuran atas hasil
panen padi) pada suku ini, sape kerap dimainkan. Para pengunjung
disuguhkan dengan tarian yang lemah gemulai. Aksessoris bulu-bulu burung
enggang dan ruai di kepala dan tangan serta manik-manik indah besar dan
kecil pada pakaian adat dan kalung di leher yang diiringi dengan musik
sape’.
Musik ini dimainkan oleh minimal satu orang. Bisa juga dua atau tiga
orang, sehingga suaranya lebih indah. Jenis lagu musik sape’ ini
bermacam-macam, biasanya sesuai dengan jenis tariannya. Misalnya musik
Datun Julut, maka tariannya juga Datun Julut dan sebagainya.
Ada beberapa jenis lagu musik sape’, di antaranya: Apo Lagaan, Isaak
Pako’ Uma’ Jalaan, Uma’ Timai, Tubun Situn, Tinggaang Lawat dan
Tinggaang Mate. Nama-nama lagu tersebut semua dalam bahasa Kayaan dan
Kenyah.
Cara pembuatan sape’ sesungguhnya cukup rumit. Kayu yang digunakan juga
harus dipilih. Selain kayu Pelaik (kayu gabus) atau jenis kayu lempung
lainnya, juga bisa kayu keras seperti nangka, belian dan kayu keras
lainnya.
Semakin keras dan banyak urat daging kayunya, maka suara yang
dihasilkannya lebih bagus ketimbang kayu lempung. Bagian permukaannya
diratakan, sementara bagian belakang di lobang secara memanjang, namun
tidak tembus kepermukaan.
Untuk mencari suara yang bagus maka tingkat tebal tipisnya tepi dan
permukannya harus sama, agar suara bisa bergetar merata, sehingga
mengehasilkan suara yang cekup lama dan nyaring ketika dipetik.
Menurut V. Aem Jo Lirung Anya, seorang pemusik sape asal Dayak Kayaan
Sungai Mendalam, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, tidak jarang
pembuat sape’ selalu salah untuk menentukan mutu dari suaranya.
Sedangkan cara memainkannya, jelas berbeda dengan cara memainkan melodi
gitar, karena jari-jari tangan hanya pada satu senar yang sama bergeser
ke atas dan bawah. Para pemusik ketika memeinkan sebuah lagu, hanya
dengan perasaan atau viling saja.
Untuk sementara ini belum ada panduan khusus yang menulis tentang notasi
lagu musiknya. Rekaman Musik sape’ ini bisa di dapat seperti Sarawak,
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, dalam bentuk kaset tape recorder
maupun Compact Disk.
Saat ini sape’ tidak saja bisa dimainkan sendiri bersaman dengan musik
tradisi lainnya, tapi juga dapat dikolaborasikan dengan musik modern
seperti organ, gitar bahkan drum sebagai pengganti beduk. Saat ini sape’
dapat dibeli di toko kerajinan, hanya saja kebanyakan dari sape’
tersebut sudah tidak lagi asli dan bermutu, bahkan tidak lebih dari
fungsi pajangan belaka.
Label:
Alat musik,
Sampek
Pop Sunda Wina Vol. 4
Album Pop Sunda Wina Vol. 4
Anugerah Cinta
Candu Cinta
Diayun Ombak Palabuan Ratu
Galindeng Cinta
Hate Nu Tunggara
Jangji Imitasi
Ka Asih Sajati
Kaduhung
Masih Aya Cinta
Panutan
Anugerah Cinta
Candu Cinta
Diayun Ombak Palabuan Ratu
Galindeng Cinta
Hate Nu Tunggara
Jangji Imitasi
Ka Asih Sajati
Kaduhung
Masih Aya Cinta
Panutan
Label:
*Pop Sunda,
Wina
Langganan:
Postingan (Atom)