Dalam melawak, ia biasa bersama-sama dengan Sudarsono, Hardjo Gepeng, Suparmi, Pujiyem, Ngabdul, Atmo Kemin, istrinya sendiri (Bu Basiyo), serta teman - temannya yang lain. Kebanyakan, mereka adalah karyawan RRI Nusantara II Yogyakarta, sebagaimana kebanyakan dari mereka ditampung oleh pemerintah waktu itu.
Ia bukan hanya pelawak, melainkan juga berhasil memopulerkan jenis gending "Pangkur Jenggleng", yakni, cara menyanyi (nembang) Jawa yang bisa diselingi dengan lawakan, tanpa kehilangan irama dari tembang yang sedang dibawakan. Cara memukul gamelan pun, tidak lazim, karena lebih mengandalkan kendang sebagai iringan utama untuk akhirnya pada ketukan (birama) terakhir dipakai sebagai waktu untuk memukul semua alat musik perkusi (terutama saron) sekeras-kerasnya. Meski menggunakan bahasa Jawa dan "produk lama", nama Basiyo muncul kembali.
Basiyo acap berkolaborasi dengan nama-nama seniman kondang pada dunia dan masanya, seperti Bagong Kussudiardjo, Ki Nartosabdo, Nyi Tjondrolukito, dan lain-lain. Beberapa pengagumnya, seperti budayawan Umar Khayam, pelukis Affandi.
beliau wafat pada tahun 1984.
Rekaman audio Basiyo pada umumnya diterbitkan oleh perusahaan rekaman Fajar Borobudur Record. Selain itu ada juga Irma yang kesemuanya berada di Semarang, meski ada juga yang direkam oleh Lokananta (Sala). Di antara karya - karya Basiyo yang direkam dalam bentuk kaset di antaranya adalah
- Pangkur Jenggleng
- Basiyo mBecak
- Degan Wasiat
- Basiyo Kapusan
- Besanan (Kibir Kejungkir)
- Maling Kontrang-kantring
- Gathutkaca Gandrung
- Dadung Kepuntir
- Basiyo mBlantik
- Menang Lotre
- Uyon Uyon Guyon
- Goro-Goro
- Jaka Bodho
- Bajul Buntung
- Semar Mesem
- Gandrung Kepentung
- Kodok Munggah Kebo
- Impen Daradasih
- gara-gara Barlean
- Mbarang Wirang
- Popok Wewe
- Nyokot Kebrakot
- Ngedan
- Mblanntik Kecelik
- Sepatu Sandal
- Wajik Klethik
- Pak Dengkek
- Palaran Jenggleng
- Sam Pek Eng Tay
- Tuwo Tuwas
- Si Kojek Dilarikan Babu