Jumat, 23 Maret 2012

Sholawatan kanjeng Sunan - Afdholul Kholqi




01. Kanjeng Sunan - Af Dholul KholQi.mp3
02. Kanjeng Sunan - Qur'an Pajangan.mp3
03. Kanjeng Sunan - Alam.mp3
04. Kanjeng Sunan - Getun.mp3
05. Kanjeng Sunan - Kalamun Qodiumun.mp3
06. Kanjeng Sunan - Pitutur.mp3
07. Kanjeng Sunan - Hukum Islam.mp3
08. Kanjeng Sunan - Pengeling.mp3
09. Kanjeng Sunan - Pangapunten.mp3
10. Kanjeng Sunan - Wajib Sholat.mp3
11. Kanjeng Sunan - Robbana.mp3

Ketuk Tilu Jaipong - Bardin



Ketuk Tilu Jaipongan Karawang - Bardin

Gamelan Daya Sari Karawang
Pimp: M Asikin
Kendang : Suwanda
Sinden: Nani Suryani Subang

01. Banondari - Kembang Tanjung
02. bardin
03. Rincik Rancang
04. Tablo - Kukupu
05. Gaplek
06. Oray Welang
07. Rayak-Rayak
08. Kangsreng
09. Sulanjana
10. Kacang Asin

Itih S - Setetes Bun

Sintren Dangdut Kamajaya - Kembang Kilaras



Sintren Dangdut Kamajaya - Kembang Kilaras

Tarling Dangdut Kamajaya grup
Ds. Bogor Kec. Sukra, Kab. Indramayu
Pimp: Udin Zaen
Penyanyi : Nengsih, Titin Maryati

Kembang Kilaras
Sintren Dangdut
Kembang Kingkong
Kembang Kacang
Kembang Bung
Waru Doyong
Turun Sintren
Kembang jae Laos


KEMBANG KILARAS

Kembang kilaras ditandur tengahe alas
Paman bibi aja maras dalang lais njaluk waras

KEMBANG KINGKONG

Kembang kingkong sabun wangi buntel godong
Wulane wis mencorong sintrene pageol bokong

Jaran pring dirancasi lading pengot
Sintrene mincing2 pengendange lagi sewot


Adol kayu dituku ning nyonya Dingpo
Sing nongton klambine ijo sintrene gubedan cimpo

Kembang mawar disebar dadi selatar
Tutur jembarna ulane njaluk bayar salilane

KEMBANG KACANG

Ana kacang dawa2, dawa soten langka wite
Ana bujang gaya2, gaya soten langka duwite

Tuku kembang aja wangi2, paling wangi kembang kenanga
Nonton sintren aja bengi2, paling bengi waya jam sanga

Iwak sepat serawa2, nandur pundat kejebur sumur
Njaluk pegat selewa2, dadi rangda seumur2

KEMBANG BUNG

Ai kobat tambate pawon, antupena dandang kuali
Ai tebat ai kabul, ngenteni wong nonton kumpul

Salasi solanjana, menyan putih pengundang dewa
Para dewa madangi sukma, bidadari temuruna

kembang bung kembang ning rawa, kembang putren megare kali
Rubung2 nonton apa, nonton sintren dibabai

WARU DOYONG

Waru doyong kakang pinggir kali,
Ngeloyong mah kakang bari ngakali
Ngakali wong liwat wingi
Sing liwat pinggir kali

Waru doyong kakang pinggir blungbang
Ngeloyong mah kang mas bari kegembang
Kegembang ning klambi abang
Klambi abang sing tek sayang

Waru doyong kakang pinggir laut
Ngeloyong mah kakang bari kepencut
Kepencut ning tukang catut
Tukng catut doyan mrengut

Waru doyong kakang ning pesisir
Ngeloyong mah kakang sembari naksir
Naksir sote ning wong Bangkir
Ya Bangkir genae pasir

TURUN SINTREN

Turun2 sintren, sintrene widadari
Nemu kembang yun ayuni, kembange Siti Maindra
Widadari temuruna, manjing maring sing dadi

KEMBANG JAE LAOS

Kembang jae laos lempuyang kembange kuning
Arep balik gage elos, sukiki menea maning

Kembang cici lingkong kembu cilik wadah bangkong
Lagi cilik dibopong2 waya gede digawa uwong

Kembang kates gandul dicampur kembang kenanga
Arep ngalor arep ngidul yen bli suka gagea lunga

Kembang2 pelem pinggire kembang melati
Yen gelem ngomonga gelem aja gawe lara ati

 


Mani Neumeier & Peter Hollinger - Meet The Demons of Bali



Tracks:

1.Jalan Jalan To The Temple (4:47)
2.In Indonesia (7:21)
3.Spirit Of Buma (6:20)
4.Batukau Vibes (4:42)
5.Bullracing (3:23)
6.Lelonggoranklung (3:45)
7.Happy Jegog (3:16)
8.Nightbus To Glilimanuk (5:30)
9.Suwendras Garden (5:55)
10.3 For Ketut (4:26)
11.Garudas Dance (3:55)
12.Merah Putih (4:09)


DOWNLOAD PART 1
DOWNLOAD PART 2

Kamis, 22 Maret 2012

The Best Sond Of Bamboo Flute from Bali and Sunda






Track list:

1. Arja
2. Cinta
3. Janger
4. Es Lilin
5. Rejan Batu Panes
6. Kalangkang
7. Pemungkah
8. Ayun Ambing
9. Berata Yasa
10. Tokecang

DOWNLOAD

Degung Klasik Vol.6



Tracks:

1. Pulo Ganti (8:54)
2. Ujung Laut (5:42)
3. Paron (8:58)
4. Kinteul Bueuk (5:49)
5. Karang Mantri (4:18)
6. Kajineman (5:05)
7. Gunung Sari (6:55)
8. Sinangling Degung (5:46)
9. Banjaran (5:51)

Degung Klasik Vol.4




Degung Klasik Vol. 4 - Kancana Sari

Group LS. Kancana Sari
Pimp: Endang Sukandar
Musisi: Anda Lugina, Endang Sukandar, Entis Sutisna, Achmad Suwandi
Label: Kraton Records

Tracks List:
  1. "Pajajaran - Catrik"
  2. "Kulawu"
  3. "Degung Panggung"
  4. "Kidang Mas"
  5. "Bima Mobos"
  6. "Genye"
  7. "Galatik Mangut - Tonggeret"
  8. "Ladrak"

DOWNLOAD

Pop Sunda Becky Wilson


Becky Wilson dan suaminya Bruce E Wilson datang dari Chicago, Amerika Serikat ke Bandung untuk belajar bahasa Indonesia di UNPAD. Ketertarikannya akan budaya Sunda membuat dia berkolaborasi dengan seniman Nano S, yang menghasilkan 2 album pop sunda.

DOWNLOAD

Rabu, 21 Maret 2012

Degung Klasik Vo.3


Degung Klasik Vol. 3 – Jipang Prawa

Producer : Kraton Records
Group : Kancana Sari
Musisi : Anda Lugina, Endang Sukandar, Entis Sutisna, Achmad Suwandi


  1. Jipang prawa
  2. Palwa
  3. Kadewan
  4. Karang kamulyan
  5. Banteng wulung
  6. Beber layar
  7. Kahyangan
  8. Layung sari karang nunggal
DOWNLOAD

Degung Klasik Vol.2



Degung Klasik Vol. 2 - Ayun Ambing

Artist: Group LS. Kancana Sari
Leader: Endang Sukandar
Label: Kraton Records

Tracks List:
  1. "Ayun Ambing" - 2.00 MB - 07:50
  2. "Sang Bango" - 2.18 MB - 08:30
  3. "Paksi Tuwung Rancag" - 2.12 MB - 08:17
  4. "Duda" - 1.21 MB - 04:42
  5. "Walang Sungsang" - 1.39 MB - 05:27
  6. "Karang Ulun Cirebonan" - 2.18 MB - 08:31
  7. "Lambang" - 1.68 MB - 06:32
  8. "Manintin" - 2.16 MB - 08:24

DOWNLOAD

Degung Klasik Vol.1







Tracklist :

  1. Mangari,
  2. Maya Selas – Gaya,
  3. Lutung Bingung,
  4. Lalayaran,
  5. Palsiun – Bungur,
  6. Genye,
  7. Paturay,
  8. Sangkuratu.

DOWNLOAD

Sejarah Indramayu

                                                     Raden Arya Wiralodra


Kabupaten Indramayu termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat, dengan wilayah darat seluas 20.006,4 km² merupakan wilayah yang cukup luas. Sumberdaya alamnya dari laut, sawah, dan hutan. Secara historis, selama ini Indramayu menyatakan diri memiliki akar sejarah dari Jawa Tengah (Bagelen) melalui tokoh Arya Wiralodra. Dalam beberapa sumber, ada yang menyebut tokoh ini utusan Demak (abad ke-16), ada pula yang menyebut berasal dari Mataram (abad ke-17). Akar sejarah itulah yang menjadikan Indramayu bukanlah wilayah Sunda, meskipun berada di Jawa Barat yang mayoritas dihuni suku Sunda dan berbahasa Sunda. Meski demikian, perkembangan selanjutnya menunjukkan Indramayu juga tidak serupa dengan realitas sosio-kultur Jawa Tengah. Ada semacam sosio-kultur tersendiri yang “bukan Jawa” dan “bukan pula Sunda”. Bagi orang Indramayu, menyebut orang Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah “wong wetan”, sedangkan orang Pasundan adalah “wong gunung”. Sosio-kultur Indramayu itu menunjukkan karakter yang sebangun dengan Cirebon.
Secara akar sejarah pula, beberapa daerah di Indramayu berkaitan dan banyak dipengaruhi kerajaan lain di sekitarnya, seperti Cirebon dan Sumedanglarang. Jika yang disebut wilayah kekuasaan Wiralodra sebagai Kabupaten Indramayu seperti sekarang, tampaknya harus ditelisik lebih dalam. Ketika dinasti Wiralodra berkuasa hingga pertengahan abad ke-19, peristiwa politik dan keagamaan di Pulau Jawa sangat dinamis. Dimulai dari runtuhnya Majapahit sebagai simbol kebesaran agama Hindu pada tahun 1527, dinamika itu tampak dengan kemunculan kerajaan Islam Demak, yang mampu berpengaruh pada Cirebon dan Banten, serta dikuasainya Sundakelapa dari Pajajaran. Simbol kebesaran Hindu lainnya dalam diri Pajajaran pun runtuh juga. Gegap gempita politik dan kekuasaan seperti itu sedikit banyak, tentu saja, memiliki pengaruh yang kuat pada Cimanuk (Indramayu) sebagai wilayah kecil yang berada pada pusaran dinamika itu. Berakhirnya era Hindu dan bangkitnya Islam juga menyentuh kehidupan sosio-religi di wilayah tersebut. Ketika Mataram menguasai Jawa Barat selama 57 tahun (1620-1677), pengaruh kekuasaan itu sangat jelas pada daerah-daerah yang sekarang bernama Ciamis, Tasikmalaya, Sumedang, Bandung, Cirebon, dan beberapa lainnya sebagai wilayah imperium Mataram.
Ketika Wiralodra dianggap sebagai pendiri Indramayu dan 7 Oktober 1527 sebagai hari kelahiran Indramayu, legitimasi itu dilakukan pada era kekinian, yakni berdasarkan Perda No. 02/1977 tanggal 24 Juni 1977. Nama Indramayu sebagai wilayah kabupaten, sebenarnya berasal dari nama wilayah kecamatan yang berada di kota (Sindang – Kota Indramayu), titik sentral kekuasaan dinasti Wiralodra. Menurut Babad Dermayu yang ditulis tahun 1900, beberapa keturunan Wiralodra menjabat beberapa jabatan penting di beberapa wilayah sebagai demang maupun rangga, misalnya Raden Marngali Wirakusuma (Demang Bebersindang, mungkin maksudnya Sindang), Nyayu Wiradibrata (rangga), Nyayu Malayakusuma (Demang Plumbon), Nyayu Hekakusuma (Demang Anjatan), Nyayu Suradisastra (ulu-ulu), Nyayu Hanjani (mantri tanah), Raden Kalid Wiradaksana (Demang Lohbener), Raden Prawiradirja (Demang Losari), Raden Wirasentika (Demang Lohbener), Nyayu Sastrakusuma (Jututulis Demang Brengenyeber), Nyayu Patimah (Demang Lelea), Raden Wirasaputra (demang).
Klaim bahwa nama wilayah sekabupaten dengan nama Indramayu, sebenarnya dilakukan pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-19, seperti dalam Regerings Almanak voor Nederlands Indie 1869 untuk menetapkan seorang bupati dengan wilayah kabupaten. Pendapat ini sejalan dengan Dasuki (1977).
Kalau yang dimaksud dengan daerah Dermayu dalam babad itu adalah suatu tempat yang sekarang merupakan lokasi desa Dermayu, mungkin ada benarnya. Akan tetapi kalau yang dimaksud dengan daerah Indramayu ialah daerah yang sekarang merupakan daerah jurisdiksi Indramayu, sudah pasti tidak benar, sebab bertentangan dengan pemberitaan dari beberapa sumber lain yang menyatakan bahwa sebelum Wiralodra datang ke daerah Indramayu, di beberapa bagian daerah ini sudah ada masyarakat yang berbudaya.
Yang terjadi pada era dinasti Wiralodra, Indramayu cenderung identik pada wilayah yang sekarang disebut sekitar Sindang, Kota Indramayu, hingga Lohbener. Pada kurun waktu sebelumnya atau bersamaan, wilayah lain memiliki nama yang berbeda, dengan tokoh pendiri (Ki Gede) yang berbeda pula. Beberapa hal bisa menjadi argumentasi bahwa Kabupaten Indramayu bukanlah “Dermayu”-nya Wiralodra, dulu. Naskah Wangsakerta menguraikan tentang mazhab-mazhab dalam Islam yang berkembang di Pulau Jawa, termasuk wilayah Cirebon dan Indramayu seperti dituliskan dalam Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara, parwa 2 sargah 4. Beberapa Ki Gedeng (Ki Gede) dari Indramayu ada yang dikategorikan menganut mazhab Syafi’i, tetapi ada pula yang Syi’ah yang diajarkan Syeh Lemahabang. Penganut mazhab Syafi’i adalah Ki Gedeng Krangkeng, Ki Gedeng Dermayu, Ki Buyut Karangamapel, Pangeran Losarang, Ki Gedeng Srengseng, dan Ki Gedeng Pekandangan, sedangkan mazhab Syi’ah dianut oleh Ki Gedeng Junti. Data seperti itu bukan hanya menyiratkan tentang perkembangan mazhab dalam Islam yang dianut para tokoh masyarakat (Ki Gedeng, Ki Buyut) di Indramayu, akan tetapi lebih dari itu menyiratkan adanya deskripsi kesejajaran tokoh-tokoh tersebut. Penyebutan nama-nama Ki Gedeng atau Ki Buyut di enam daerah tersebut tampak memiliki derajat yang sama. Antara Krangkeng, Dermayu, Karang Ampel, Srengseng, Pekandangan, dan Junti tidak ada hirarkis. Hal itu bisa diinterprestasikan di wilayah-wilayah tersebut dipimpin oleh Ki Gedeng atau Ki Buyut secara otonom dan tidak menginduk pada Ki Gedeng atau Ki Buyut di sekitarnya. Ki Gedeng Dermayu tidak membawahi Ki Gedeng Krangkeng, Karang Ampel, Srengseng, Pekandangan, dan Junti, tetapi berdiri sejajar. Acuan kurun waktunya adalah masa hidup Sunan Gunungjati dan Syeh Lemahabang (abad ke-16).
Sebelumnya kesejajaran itu tampak pada cerita Ciungwanara pada zaman Pajajaran yang menyebut-nyebut nama Indramayu, Junti, Anjatan, dan Kandanghaur, seperti dalam Waosan Babad Galuh (Serengrana, 1280 H). Naskah lain pada zaman Pajajaran menyiratkan adanya tokoh lain dan wilayah lain di Indramayu yang sudah disebut keberadaannya sejak abad ke-15, seperti dalam buku Sunan Rahmat Suci Godog (Deddy Effendy-Warjita, 2006). Disebut-sebut nama Raden Khalipah Kandangaur yang bersahabat dengan Kean Santang (putra Prabu Sri Baduga Maharaja dengan Subang Larang). Kean Santang adalah adik Pangeran Walangsungsang (Cakrabuana) dan Nyi Mas Rarasantang (ibunda Sunan Gunungjati). Pengaruh Sunan Gunungjati, baik secara religi dan sosio-politik, amat kuat pada hampir seluruh tokoh (Ki Gede) dari desa-desa kuno di Indramayu. Sekitar 70 Ki Gede, dari Sukra hingga Kertasemaya, dari Bantarwaru hingga Sindangkerta, dimakamkan di sekitar makam Sunan Gunungjati di Nur Giri Ciptarengga, Gunung Sembung, Cirebon (Bambang Irianto, makalah 2007). Adanya makam Habib Keling di Desa Tanjakan Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu menjadi catatan tersendiri, apakah Habib Keling identik dengan Dipati Keling. Jika ya, menegaskan lagi adanya relasi itu, sebab Dipati Keling merupakan sahabat Sunan Gunungjati yang ikut serta dalam penyerangan ke Batavia tahun 1526. Ia salah seorang komandan, di samping beberapa komandan lainnya seperti Dipati Cerbon, Dipati Cangkuang, dan Faletehan. Sebelumnya Dipati Keling bersama 98 pengikutnya menyatakan masuk Islam dan bergabung bersama Sunan Gunungjati. Diperkirakan, Dipati Keling berasal dari India, karena kulitnya hitam seperti orang Keling (Sunardjo 1983: 53,81). Sangat mungkin, yang dimaksud makam tersebut adalah petilasan, sebab makam Dipati Keling terdapat di Astana Gunungjati Cirebon berdekatan dengan Sunan Gunung Jati. Jejak lain di Indramayu yakni adanya makam Pangeran Suryanegara yang terdapat di Desa Bulak Kecamatan Jatibarang dan memiliki keturunan di Indramayu (Raffan S. Hasyim, makalah 2007). Suryanegara adalah adik bungsu Dipati Cerbon I atau Pangeran Swarga (putra Pangeran Pasarean dengan Ratu Mas Nyawa).
Latar tersebut merupakan dinamika penyebaran Islam yang dilakukan Sunan Gunungjati dan para pengikutnya, baik ke pegunungan maupun ke pesisir. Naskah Purwaka Caruban Nagari menyebutkan wilayah pesisir tersebut hingga ke pedalaman Karawang dan Dermayu. Saat Sunan Gunungjati bertahta, jangkauan Cirebon dalam penyebaran Islam mencapai 2/3 daerah di Jawa Barat.
Jejak-jejak Cirebon secara sosio-kultural di beberapa desa yang ada di tiga kecamatan (Krangkeng, Karangampel, Juntinyuat) hingga kini masih terasa. Yang paling kentara adalah dalam penggunaan kosakata "isun" (saya) masih tetap dipergunakan (terutama di beberapa desa di Kecamatan Krangkeng, perbatasan Kabupaten Cirebon-Indramayu) dibandingkan penggunaan "reang" atau "kita" sebagaimana digunakan secara umum di wilayah kecamatan lainnya. Begitu pula penggunaan kata tunjuk untuk menunjukkan yang jauh, agak dekat, dan dekat, masih tetap menggunakan lah, lih, dan luh. Bukan kah, kih, dan kuh. Pamakaian kosakata seperti itu serupa yang dipakai di Cirebon.
Dalam buku ”Mengenal Kasultanan Kasepuhan Cirebon” (2004) malah ditegaskan, pada abad ke-14 batas pemukiman baru di Lemahwungkuk (cikal bakal Caruban/Cirebon) yang dipimpin Ki Gede Alang-alang yang diangkat Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi adalah Kali Cipamali (sebelah timur), Cigugur Kuningan (sebelah selatan), pegunungan Kromong (sebelah barat), dan Junti (sebelah utara).
Jejak Indramayu secara geografis memang hanya diketemukan pada naskah-naskah dengan derajat sebagai sumber sekunder, seperti sumber-sumber di atas, kecuali Regerings Almanak voor Nederlands Indie 1869. Hal ini bisa jadi merupakan sebuah fenomena kelangkaan sumber primer, karena “terjepit”-nya masa-masa dinamis itu. Penulis sejarah Jawa Hindu yang telah silam umumnya sudah berhenti menulis, jauh sebelum sampai pada tokoh Senopati; sedangkan ahli sejarah Kompeni hampir tidak menyadari bahwa para pahlawan negerinya telah mengganggu perkembangan suatu kerajaan Jawa yang perkasa.
Meski dalam historiografi tradisional menyebutkan nama Dermayu mulai digunakan sejak abad ke-16 atau ke-17, siapa sangka jika sebagian wilayahnya (sebelah timur sungai Cimanuk) pada jaman pemerintahan Belanda abad ke-19, nama yang muncul adalah Bengawan Wettan, salah satu dari lima keregenan (regentschappen) di bawah Keresidenan Cheribon, selain Kereganan Cheribon, Madja, Galo, dan Koeningan (besluit van commissarissen-general over Nederlandsch-Indie, tanggal 5 Januari 1819). Keregenan Bengawan Wettan meliputi sungai Singapura, dari muara sungai di laut ke arah atas sampai jalan pos di Desa Jamblang, jalan ini ke barat sampai sungai Cimanuk di penyebrangan di Karangsambung, selanjutnya sungai Cimanuk ini sampai muaranya ke laut. Peristiwa “Pemberontakan Bagus Rangin” di sekitar Bantarjati-Jatitujuh pada awal abad ke-19 agaknya menyiratkan wilayah tersebut sebagai bagian Kabupaten Indramayu (Bengawan Wettan).
Jika dilihat pada era kekinian, sebenarnya wilayah Indramayu sekarang selain bertambah, sebenarnya juga berkurang. Di bagian tenggara Kabupaten Indramayu, sekitar perbatasan Kecamatan Bangodua, beberapa desa bukan lagi milik Indramayu. Dulu, konon Kecamatan Jatitujuh dan sekitarnya pernah masuk dalam wilayah Kabupaten Indramayu. Kini di wilayah perbatasan kultural Sunda-Jawa itu sudah masuk Kabupaten Majalengka. Tidak heran jika hubungan emosional desa-desa di sekitar itu tetap ada. Ragam budaya, seperti jenis kesenian dan adat-istiadat pun menampakkan kecenderungan yang seragam. Tarling, topeng, wayang kulit –yang merupakan jenis kesenian Jawa-pesisir Cirebon-Indramayu, biasa dinikmati masyarakat Jatitujuh, yang juga menikmati kesenian Sunda.

                                           Makam R.Arya Wiralodra

Dasuki (1977) menjelaskan setelah tahun 1910 daerah Indramayu sebelah barat sungai Cimanuk dibagi dalam enam kedemangan, yaitu Kedemangan Kandanghaur, Losarang, Pamayahan, Pasekan, Bangodua, Jatitujuh, dan Lelea. Adapun daerah Indramayu sebelah timur Cimanuk dibagi dalam tiga kawedanan yaitu Kawedanan Indramayu, Karangampel, dan Sleman (Jatibarang).
Di wilayah selatan, barat daya hingga barat Kabupaten Indramayu, yang berbatasan langsung dengan wilayah kultural Sunda, pengaruh kebudayaan Sunda sangat kuat. Di sebagian desa di Kecamatan Terisi hingga Haurgeulis dan Gantar, pengaruh itu malah memiliki asal-usul penduduk yang memang berasal dari wilayah Sunda. Komunikasi sosial dan kultural itu terjalin hingga kini menjadi sebuah akulturasi yang "nDermayu".
Sebenarnya ada pengaruh kultur lain yang juga amat kuat, yang ada di wilayah barat (seperti di Kecamatan Bongas, Patrol, Sukra, Anjatan, dan Haurgeulis). Pengaruh itu berasal dari pesisir utara-barat Jawa Tengah (Tegal-Brebes). Mungkin lebih tepatnya bukan pengaruh, tetapi lebih sebagai “urbanisasi” awal abad ke-20 melalui jalur kereta api dari Tegal-Brebes ke wilayah barat Indramayu. Penduduk dari wilayah timur Indramayu juga pada kurun waktu yang sama melakukan “urbanisasi” ke barat, seperti dari Krangkeng, Juntinyuat, Sliyeg, Kertasemaya, dan kecamatan lainnya. Saat itu wilayah barat memiliki daya tarik tersendiri, terutama tanah yang masih perawan dan ketersediaan air yang melimpah dengan adanya bendungan yang dibangun pemerintah kolonial Belanda dekade 1920-an. Pengaruh bahasa Jawa dialek Tegal-Brebes dan logat wilayah timur Indramayu masih terasa hingga kini.
Yang menjadi catatan tersendiri adalah wilayah Kecamatan Lelea dan Kandanghaur, yang secara geografis terlalu “jauh” untuk dipengaruhi kultur Sunda. Hingga kini pengaruh Sunda di beberapa desa di dua kecamatan tersebut cukup kuat. Meski dalam beberapa kosa kata tidak sama dengan bahasa Sunda di wilayah Pasundan dan cenderung dianggap kasar, bahasa Sunda tetap digunakan dalam keseharian di wilayah tersebut. "Sunda-Lea" dan "Sunda-Parean" (maksudnya bahasa Sunda yang digunakan di Lelea dan Parean/Kandanghaur), menjadi keunikan tersendiri dalam khazanah bahasa Sunda dan bisa jadi merupakan bahasa Sunda sempalan yang hidup di lingkungan Jawa pesisir. Fenomena ini, tentu saja, bukan terjadi dengan sendirinya. Sesuatu yang ada sekarang, hampir pasti memiliki keterkaitan dengan masa lalu. Masa lalu itu adalah akar sejarah.
Selanjutnya daerah kekuasaan Sumedang di sebelah utara seperti Kandanghaur, Lelea, dan Haurgeulis (Indramayu), dan Sindangkasih (Majalengka) satu demi satu dikuasai kerajaan Islam Cirebon. Dalam menakulukkan daerah Sindangkasih dan Kandanghaur ini banyak berperan dua orang cucu Sunan Gunung Jati: Pangeran Sentana Panjunan dan Pangeran Wira Panjunan. Daerah Galuh dan Sumedang sendiri tetap merdeka sehingga ditundukkan oleh Sultan Agung Mataram yang berhasil menguasai antara Citanduy dan Cisadane pada tahun 1620 (Rokhmin Dahuri, Bambang Irianto, dan Eva Nur Arofah, 2004).
Penjelasan Sumedang pernah menguasai tiga daerah di Indramayu, yakni Kandanghaur, Lelea, dan Haurgeulis setidak-tidaknya tampak pada kultur yang masih lekat hingga kini, yakni masih dipakainya bahasa Sunda. Ketika beralih pada kekuasaan Cirebon, ada peninggalan di Kandanghaur yang bisa jadi berasal dari nama seorang pangeran asal Cirebon, yakni nama desa, Wirapanjunan. Kurun waktu kekuasaan Cirebon atas tiga daerah di Indramayu saat Cirebon mencapai puncak kejayaan, sebagaimana dikemukakan R.A. Kern (1973: 21), yang diperkuat F. de Haan (1912: 33-41) bahwa Cirebon telah berhasil melebarkan wilayah kekuasaan dan sekaligus dapat mengislamkan daerah-daerah pedalaman Sunda, seperti Rajagaluh (1528) dan Talaga (1530) (Rokhmin Dahuri, dkk, 2004: 62).
Jangan lupa wilayah sentral Indramayu, tempat dikendalikannya pemerintahan, yakni Kecamatan Indramayu dan Sindang, merupakan lingkungan “keraton” dan “ibukota” yang dibangun Wiralodra. Wilayah yang secara arkeologis cenderung sebagai kota pemerintahan bercorak Islam-Jawa. Sungai Cimanuk yang membelah kedua kecamatan itu juga, sebenarnya dulu menjadi urat nadi perekonomian dan militer, yang hilirnya adalah pelabuhan. Kompleks pecinan dan perkampungan arab yang ada di sekitarnya menjadi penanda tersendiri akan keberadaan masa lalu itu.
Satu hal yang belum dikemukakan adalah wilayah pesisir Indramayu yang kini terbentang di 12 kecamatan, dengan panjang pantai mencapai 114 km. Dengan keluasan Laut Jawa yang menjadi gerbangnya, sangat mungkin menjadi pintu masuk akan berbagai pengaruh sosial, ekonomi, budaya, dan agama dari berbagai daerah dan bangsa. Agak serius untuk mendiskusikan hal ini lebih jauh. Yang jelas adanya kerajinan batik di Paoman yang motifnya serupa dengan Lasem (Rembang), kerajinan gerabah di blok Anjun (Paoman) dan Wirapanjunan (Kandanghaur) juga memiliki nama sama dengan lokasi kerajinan gerabah di Panjunan (Cirebon).
Hal di atas bisa dihubungkan dengan kedatangan Syarif Abdurrakhman beserta ketiga adiknya di Cirebon pada tahun 1464. Mereka adalah putra-putra Sultan Sulaeman dari Baghdad, Irak, yang berguru kepada Syeh Nurul Jati dan Mbah Kuwu Cakrabuana. Mereka kemudian menetap di Panjunan. Nama panjunan itu berasal dari anjun, barang-barang keramik yang terbuat dari tanah liat.
Beliau besarta pengikutnya menyebarkan agama Islam, membangun mesjid, dan juga mengerjakan sebuah karya anjun yaitu membuat barang-barang keramik dari tanah liat. Dari sinilah tempat itu disebut panjunan. Beliau juga membuat taman lelangu / taman untuk istirahat dan penenang hati memandang ke alam bebas / panorama gunung Ciremai. Dari sinilah tempat itu disebut Plangon (kawasan Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon). Di sini pulalah makam beliau (P.S. Sulendraningrat, 1975).
Rumah-rumah penduduk di Junti yang bergaya Majapahit menandaskan keterpengaruhan itu. Nama-nama desa di pesisir Indramayu juga menyiratkan keterpengaruhan nama dari luar. Antara Karangampel-Balongan, misalnya, ada lima nama yang juga memiliki kesamaan dengan nama di Jawa Timur, yaitu seperti Kamal, Tuban, Sampang, Lombang, dan Majakerta.
Keterkaitan dengan Majapahit ini bisa jadi karena ekspansi kerajaan besar tersebut ke seluruh nusantara saat Prabu Hayam Wuruk berkuasa dengan Mahapatih Gajah Mada pada abad ke-14. Data yang paling dekat adalah pada abad ke-15 atau antara taun 1491 dan 1492, yaitu adanya perkawinan Sunan Gunung Jati dengan Nyai Ageng Tepasari, putri Ki Ageng Tepasan, mantan penguasa di daerah Majapahit yang kemudian ikut Raden Patah, Sultan Demak. Dari perkawinan Sunan Gunung Jati dengan Nyi Ageng Tepasari dikaruniai dua anak, yaitu Nhay Ratu Ayu dan Pangeran Mohamad Arifin (Pangeran Pasarean) (Dasuki 1977; Sunardjo, 1983).
Melihat wilayah sosio-kultural yang terpotret sekarang ini, sekali lagi, mustahil adalah sebuah kejadian yang berdiri sendiri. Ada pengaruh dari benang merah masa lalu yang bernama sejarah. Masalah yang muncul, apakah benar Indramayu, yang terbentang dari Sukra-Gantar hingga Kertasemaya-Krangkeng, yang pernah berhubungan dengan Pajajaran, Demak, Cirebon, Sumedanglarang, Galuh, Banten, Mataram, bahkan bangsa asing, yang memiliki latar sosio-kultur yang tidak “tunggal”, hanyalah pengaruh Wiralodra semata?
Selama ini pengungkapan sejarah di Indramayu lebih banyak berdasarkan terjemahan dan tafsir naskah-naskah tradisional, yang merupakan sumber sekunder. Sebuah pengungkapan yang cenderung hanya sampai pada ranah dan perspektif sebagai sejarah peteng, yang bisa ditafsirkan sebagai kegelapan sejarah karena belum ada relasi yang tegas dengan sumber-sumber primer.

Untuk e-book silahkan download file PDF'nya disini

Dari: Wikipedia

Bahasa Jawa Cirebon & Indramayu

Bahasa Cirebon atau disebut oleh masyarakat setempat sebagai Basa Cerbon ialah bahasa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat terutama mulai daerah Pedes hingga Cilamaya di Kabupaten Karawang, Blanakan, Pamanukan, Pusakanagara di Kabupaten Subang, Jatibarang di Kabupaten Indramayu sampai Cirebon dan Losari Timur di Kabupaten Brebes di Provinsi Jawa Tengah.

Pengaruh

Dahulu dialek ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15 sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya Sunda Kuningan dan Sunda Majalengka dan juga dipengaruhi oleh Budaya China, Arab dan Eropa hal ini dibuktikan dengan adanya kata "Taocang (Kuncir)" yang merupakan serapan China, kata "Bakda (Setelah)" yang merupakan serapan Bahasa Arab dan kemudian kata "Sonder (Tanpa)" yang merupakan serapan bahasa eropa (Belanda). Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh bahasa Jawa Baku.

Perdebatan Bahasa Cirebon (Dialek Bahasa Jawa atau Bahasa Mandiri)

Perdebatan tentang Bahasa Cirebon sebagai Sebuah Bahasa yang Mandiri terlepas dari Bahasa Sunda dan Jawa telah menjadi perdebatan yang cukup Panjang, serta melibatkan faktor Politik Pemerintahan, Budaya serta Ilmu Kebahasaan.

Bahasa Cirebon Sebagai Sebuah Dialek Bahasa Jawa

Penelitian menggunakan kuesioner sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar (makan, minum, dan sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata bahasa Cirebon dengan bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 75 persen, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai 76 persen. Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.
Meski kajian Linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek (Karena Penelitian Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari Bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena perda adalah kajian politik. Dalam dunia kebahasaan menurut dia, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya, kedua atas dasar politik, dan ketiga atas dasar Linguistik.
Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.
Artinya, ketika perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah Jabar, Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi, dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang berbeda.

Bahasa Cirebon sebagai Bahasa Mandiri

Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang Jawa maupun orang Sunda. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa Jawa dan Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa memahami sebagian bahasa Jawa, dia mengatakan kosakata bahasa Cirebon terus berkembang tidak hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa maupun Sunda.
”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya. Jika akan dilakukan revisi atas perda tadi, kemungkinan besar masyarakat bahasa Cirebon akan memprotes.
Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan.

Kosakata

Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa ini tidak memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik. Memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon dengan di Indramayu itu meskipun termasuk bahasa Jawa, mempunyai perbedaan cukup besar dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo. Dengan demikian, sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak dapat digunakan karena terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga gurunya). Oleh karena itu, pada 1970-an, buku pelajaran itu diganti dengan buku pelajaran bahasa Sunda yang dianggap akan lebih mudah dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih dekat”. Akan tetapi, ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul gerakan untuk menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di wilayahnya, yaitu Bahasa Jawa dialek Cirebon.  namun penerbitan buku penujang pelajaran bahasa daerah yang terjadi tahun selanjutnya tidak mencantumkan kata "Bahasa Jawa dialek Cirebon" lagi, akan tetapi hanya menggunakan kata "Bahasa Cirebon" hal ini seperti yang telah dilakukan pada penerbitan buku penunjang pelajaran bahasa cirebon pada tahun 2001 dan 2002. "Kamus Bahasa Cirebon" yang ditulis oleh almarhum bapak Sudjana sudah tidak mencantumkan Kata "Bahasa Jawa dialek Cirebon" namun hanya "Kamus Bahasa Cirebon" begitu juga penerbitan "Wyakarana - Tata Bahasa Cirebon" pada tahun 2002 yang tidak mununjukan lagi keberadaan Bahasa Cirebon sebagai bagian dari Bahasa Jawa, namun menunjukan eksistensi Bahasa Cirebon sebagai bahasa yang mandiri.

Perbandingan Bahasa Cirebon Bagongan (Bahasa Rakyat)

Berikut merupakan perbandingan antara bahasa Cirebon dengan bahasa lainnya yang dianggap serumpun, yaitu bahasa Jawa Serang (Jawa Banten), Bahasa Jawa dialek Tegal dan Pemalangan serta Bahasa Jawa Baku (dialek Surakarta - Yogyakarta) dalam level Bagongan atau Bahasa Rakyat.

Banten Utara Cirebonan & Dermayon Banyumasan Tegal, Brebes Pemalang Surakarta-Yogyakarta Indonesia
kita kita/reang/isun inyong/nyong inyong/nyong nyong aku aku/saya
sire sira rika koen koe kowé kamu
pisan pisan banget nemen/temen nemen/temen/teo tenan sangat
keprimen kepriben/kepriwe kepriwè kepribèn/pribèn/pribè keprimèn/kepribèn/primèn/primè/pribèn/pribè piyé/kepiyé/kepriyé bagaimana
ore ora/beli ora ora/belih ora ora tidak
manjing manjing mlebu manjing/mlebu manjing/mlebu mlebu masuk
arep arep/pan arep pan pan/pen/ape/pak arep akan
sake sing sekang sing kadi/kading seko dari


Perbandingan Bahasa Cirebon Bebasan (Bahasa Halus)

Berikut ini adalah perbandingan antara bebasan (Bahasa Halus) Cirebon, bebasan Pemalangan, dengan bebasan Serang (Jawa Banten)

Banten Utara Cirebonan & Dermayon Pemalangan/Tegalan Indonesia
Kasih Jeneng Jeneng/nami/asmi Nama
Boten Boten Mboten Tidak
Teteh Rara/Yayu Mbak/mbakyu Kakak perempuan (mbak)
Koh/iku/puniku Kuh/puniku Puniku/niku Itu
Kepetuk Kapanggih Kepanggih Ketemu
Iki Kih Niki Ini
nggih Inggih Inggih/nggih Ya
Ugi Ugi Ugi Juga
Kelipun Punapa Kenging nopo Kenapa
Hampura Hampura Ngampunten Maaf
Sege Sekul Sekul Nasi
Linggar Kesah Tindak/kesah Pergi
Darbe Gadah Gadah Punya
Seniki Seniki Sakniki Sekarang
Matur nuhun Matur nuwun/kesuwun Matur nuwun Terima kasih
Ayun ning pundi Bade pundi Bade teng pundi Mau kemana?
Pasar Peken Peken Pasar
Salah Sawon Salah Salah
Kule Kula Kulo Saya
Uning Uning Ngertos Tahu
Bangkit Saged Saged Bisa
Napik Sampun Sampun Jangan
Nire Sampeyan / Panjenengan Sampeyan Anda
Cepe Capeh Capeh Kata
Gelem Bade Bade Mau
Sare Kilem Tilem Tidur



Kamus Bahasa Indonesia - Cirebon

Berikut adalah Kamus yang berisi kosakata bahasa Cirebon Bagongan, Bahasa Cirebon Bebasan, Indramayu Ngoko dan Indramayu Krama (Masyarakat Indramayu menyebut Bahasa Bagongan dengan sebutan Bagongan atau Ngoko dan Bebasan dengan sebutan Krama atau Besiken) serta terjemahannya dalam Bahasa Indonesia


Cirebon Bagongan Cirebon Bebasan dialek Indramayu Bagongan / Ngoko dialek Indramayu Krama / Besiken Bahasa Indonesia Penjelasan
êntêk Têlas êntok Têlas Habis
ênom ênêm ênom ênêm / timur Muda
êngko Ajeng

Nanti
êndog Tigan êndog Tigan Telur
êndi Pundi êndi Pundi Mana
êndhêp êndhap êndhêp / Cindek êndhap Pendek
êndas Sirah

Kepala
êmbah êyang êmbah êyang Kakek-Nenek
êling êmut êling êmut Ingat
Ya Mangga Ayo / Elos Mangga Silahkan Cirebon : "Ya Asrog (Silahkan Ambil)"
Wulan Sasi

Bulan
Wong Tiyang

Orang
Wareg Tuwuk

Kenyang
Wanci Wayah

Saat
Waktu Sela Waktu Waktos Waktu
Wadon Istri

Perempuan
Uwis Sampun

Sudah
Urip Gesang

Hidup
Upai Sukani Upai Sukani Beri Ngupai, Nyukani (Memberi)
Untap ?

Durhaka
Umah Griya

Rumah
Turu Kilem / Tilem / Kulem

Tidur
Tur Tunten Bacut Lajeng Selanjutnya
Tuku Tumbas

Beli
Tua Sepuh

Tua
Terus Teras

Teruskan
Telu Tiba ? ? Tiga
Tanduk Singat Tanduk Singat Tanduk
Tamu Sema

Tamu
Taken Dangu Takon Taken Tanya Andangu (Bertanya)
Suwe
Suwe Lami Lama
Srog Mangga Enya Mangga Silahkan Ambil Cirebonan : "Ya Asrog (Silahkan Ambil)"
Sira Panjenengan

Anda
Sira Panjênêngan Kowe / Sira Sampeyan / Panjenengan Kamu
Siji Sêtunggal

Satu
Setitik Sakedik

Sedikit
Seneng Bungah Berag Bingah Senang
Senajan / Ari Menawi Ari Menawa Walau
Sekiki Benjing Sukiki Benjing Besok
Sekien Sêniki

Sekarang
Sejen Liya

Lain (Mangga diterasken Liya-liya ae = "Silahkan diteruskan lain-lainnya")
Sega Sêkul

Nasi
Sedang Siweg

Sedang (Melakukan) (Siweg Punapa? "Sedang Apa")
Sawah Sabin

Sawah
Sapa Sintên

Siapa (Kaliyan Sinten? "Sama Siapa?")
Sambut Sambêt

Pinjam
Salah Sawon

Salah
Sabên Unggal

Setiap
Rungu Pireng Rungu Pireng Dengar Ngrungu, Mireng (Mendengar)
Ro / Rua Kalih

Dua
Rewel ?

Cerewet
Rada Rabi

Agak Rada Manis (agak manis)
Rabi / Kurên Istri Bojo Sema Istri Sekurên = Sejodoh
Pêrcaya Pêrcantên

Percaya
Pêrabot Pêranti Abah Pirantos Perabotan
Putih Pethak

Putih
Purun ?

Mau Panjenengan purun?(kamu mau?)
Punten Hampura

Maaf
Polah ?

oleh / laku akeh polah (banyak perlakuan, banyak tingkah)
Piring ? Ajang Ambeng Piring
Pira Pintên

Berapa
Payung Pajeng Payung Pajeng Payung
Pati Patos Pati Patos Terlalu Beli Pati Doyan (Tidak Terlalu Suka)
Pate Padem

Padam
Pasar Pêkên

Pasar
Parêk Cakêt

Dekat
Papat Sêkawan

Empat
Pancal ?

Tendang
Pada bae Sami mawon

Sama saja
Pada Sami

Sama
Omong Gunêm Catur Ngendika Bicara
Olih Angsal

Mendapat
Nini ? Nini ? Nenek
Nguyu Nyeni

Kencing
Nginum Ngombe

Minum
Ngaji Ngaos

Mengaji
Nang Mendhi Teng Pundi

Dimana
Nang kana Teng Riku

Di situ
Nang Isor Teng Andap

Di Bawah
Nang Arep Teng Ajeng

Di Depan
Nang / Ning Teng

Di (Tempat)
Mêtu Medal

Keluar
Mênê Mriki

Kesini
Mêngkonon Mêngkotên

Begitu
Mêngana Mrika

Kesana
Mungkin ?

Mungkin
Mlayu Mlajeng

Lari
Mlaku Mlampah

Berjalan
Mencleng ?

Lompat
Melu Milet

Ikut
Mayid Laywan Jisim Layon Jenazah
Mati Pejah

Mati
Mata Soca

Mata
Manjing Mlebet

Masuk
Maning Malih

Lagi
Mangkat Tindak

Berangkat
Mangan Dahar

Makan
Manfaat / Faedah Guna Manfaat / Faedah Gina Manfaat
Maca Maos

Baca
Mabok Mêndhêm êndhêm Mêndhêm Mabuk
Lêwih Langkung

Lebih
Luru Nggulati

Cari
Luru Ngilari

Cari
Lupa Lêpat Klalen Kesupen Lupa
Lunga Kesah

Pergi
Lima Gangsal Lima Gangsal Lima
Lenga Latung Lisa latung

Minyak tanah
Lenga Lisa

Minyak
Lawang Kontên Lawang Kontên Pintu Lawang arep (Pintu Depan), Lawang Gada (Pintu Gerbang)keramas
Larang Hawis

Mahal
Lanang Jali Lanang Jaler Laki-laki
Lamun Bilih

Seandainya
Lamun Umpami

Umpama
Lama Dangu Lawas Lami / Dangu Lama
Laki Jali

Suami
Laka Botên wêntên

Tidak Ada
Lain Dudu / Sanes Dudu Sanes Bukan
Lahiran ? Bayen ? Melahirkan
Kêrasan / Bêtah ? Krasan Kraos Betah
Kêramas Jamas Kramas Jamas Keramas
Kêpriben Kêpripun Kêpriben Kêpripun Bagaimana
Kêponakan Kêpênakan Kêponakan Kêpênakan Keponakan
Kên / Kahin / Jarit Sinjang Jarit Sinjang Kain
Kêmul Singep Kêmul Singep Selimut
Kêmit ?

Jaga (Tugas Jaga) Kêmit Desa (Orang yang menjaga Desa)
Kêdêr Ewed Kêdêr Ewed Bingung
Kêbo ? Kêbo Maesa Kerbau
Kuwe Kuh / Puniku Kuwen Kuh / Puniku Itu (Jauh dari si pembicara)
Kuwayang ?

Terbayang
Kurang Kirang Kurang Kirang Kurang
Kuping Talinga Kuping Talingan Telinga
Kuning Jener Kuning Jenar Kuning
Kuna Kina Kuna
Kuno
Kumat
Kumat Kimat Kumat
Kulon Kulen / Kulwan Kulon Kulen Barat
Kuku ? Kuku Kenaka Kuku
Kudu / Mesthi Kedah Kudu Kedah Harus
Kuburan Pasarean Kuburan Pasarean Kuburan
Klambi Rasukan Klambi Rasukan Pakaian
Kirim Kintun Kirim Kintun Kirim
Kira Kinten Kira Kinten Kira (Perkiraan) Kinten-Kinten (Kira-Kira)
Kijing Sekaran Kijing Sekaran Gilang Makam
Kie Puniki / Kih Enya / Kien Puniki / Niki Ini
Ketuwon ?

Percuma / tidak dilayani dengan baik
Ketara
Ketara Ketawis Jelas
Kertas Dalancang Kertas Dlancang Kertas Cirebonan : "Daluwang" (Kertas yang terbuat dari Kulit Kayu)
Keris ? Keris Duwung Keris
Kembang Sekar Kembang Sekar Bunga
Kelapa Kerambil Kelapa Kerambil Kelapa
Kelanjutan Kelanjêngan

Kelanjutan
Kayu Kajeng Kayu Kajeng Kayu
Kaya Kados Kaya Kados Seperti (Kados Mekoten = Sepeti Begitu / Seperti Itu)
Kawasa
Kuwasa Kuwaos Kuasa
Katon Kêtingal Katon Kêtingal Dapat dilihat
Katok Lancing Katok Lancing Celana dalam
Karo Kaliyan Karo Kaliyan Bersama Teng bioskop kalian sinten inggih? (Di bioskop bersama siapa, ya?)
Karo Sareng Karo
Dengan (Garam sareng Gendhis dicampur mawon Kang! = "Garam dengan Gula dicampur aja Kang!")
Kari Kantun Kari Kantun Sisa (Tinggal Terakhir) / Tertinggal / Terakhir Kantun-kantun (akhirnya)
Karena Kêrantên

Karena
Karang Kawis Karang Kawis Karang
Kanggo Kangge Kanggo Kangge Untuk
Kandha ? Kandha Sanjang Bercerita
Kalung ? Kalung Sangsangan Kalung
Kali Benawi Kali / Lepen Benawi Sungai
Kakang Raka Kakang Raka Kakak Laki-Laki
Kae Punika Kaen Punika Itu (Dekat dengan si Pembicara)
Kabênêran Kalêrêsan Kabêran Kêlêrêsan Kebetulan
Kabeh Sedantên Kabeh Sêdaya Semua
Kabar / Warta Wartos Kabar / Warta Wartos Berita
Jêriji ? Driji Racikan Jari
Joget ? Joged Beksa Goyang
Jero Lebet Jero Lebet Dalam
Jenggot ? Jenggot Gumbala Jenggot
Jare Cape Jare Criyos Kata (Ucap) Cirebonan : "Cape sinten?" (Kata (ucap) siapa?)
Jaran ? Jaran Titihan Kuda
Jamu Jampi Jamu Jampi Jamu
Jaluk Pundhut Jupuk / Jokot Pendhet Ambil
Jalir ? ? ? Pelacur
Jala Jambêt Jala Jambêt Jala
Jagong Linggih Dodok Linggih Duduk
Jago Sawung Jago Sawung Ayam Jago
Jaga Raksa Jaga Reksa Jaga Njaga, Ngraksa (Menjaga)
Iya Inggih Iya Inggih Ya
Iwak Ulam Iwak Ulam Ikan
Isun Ingsun / Kula Reang / Kita Kula Saya
Isor Andhap Isor Andhap Bawah
Isin Lingsem Isin Lingsem Malu
Irêng Cêmêng Irêng Cêmêng Hitam
Ingu Ingah Ingu Ingah Pelihara
Inep ? Inep Sipeng Bermalam
Ilat Lidah Ilat Lidah Lidah
Ilang Ical Ilang Ical Hilang
Ijo Ijêm Ijo Ijêm Hijau
Iga ? Iga Unusan Iga
Idêp Ibing Idep Ibing Bulu Mata
Idu Kecoh Idu Kecoh Ludah
Gêlêm Purun Gêlêm Purun Mau
Guyon Gujêng Guyon Gujêng Bercanda Gegujengan (Bercandaan)
Gulu Jangga Gulu Jangga Leher
Gula Gêndis Gula Gêndis Gula
Gugah Wungu Gugah Wungu Bangun
Golek ? Golek Pados Wayang Kayu (Golek)
Godhong Ron Godhong Ron Daun
Gigir Pêngkêran Gigir Pêngkêran Punggung
Getih Rah Getih Rah Darah
Getek ?

Geli
Geni Brama Geni Brama Api
Genap Jangkep Genap Jangkep Lengkap
Gen Ugi

Juga
Gemuyu Gemujeng Gemuyu Gemujeng Tertawa
Gelung Ukel Gelung Ukel Gulung
Gelang Binggel Gelang Binggel Gelang
Gede Ageng

Besar
Gedang Pisang

Pisang
Gawe Damel Gawe Damel Kerja
Gawa Bakta Gawa Bakta Bawa mbakta (Membawa), Gawaan / bektan (Barang Bawaan)
Ganti Gantos Ganti Gantos Ganti
Gampang Gampil Gampang Gampil Mudah
Gajah Liman Gajah Liman Gajah
Etung Etang Etung Etang Hitung
Esuk Enjing Esuk Enjing Pagi
Erti Ertos

Arti (Ngertos = Mengerti) (Basa Iku alat Komunikasi, Umpami panjenengan ngertos ya leres! = Bahasa itu alat komunikasi kalau anda mengerti ya bagus!)
Enteni ? Enteni Entosi Menunggu
Enak Eca Enak Eca Enak
Emong Boten Emong Mboten Tidak Mau
Embuh Wikan Embuh Kirangan / Wikan Tidak Tahu
Dêngkul / Tur ? Dêngkul Jengku Lutut
Dêmên Tresna Dêmên Tresna Cinta
Dêmplon ?

Seksi
Dêlêng Ningali Dêlêng Ningali / Mirsani Melihat
Duwur Inggil Duwur Inggil Tinggi
Duwe Gadah Duwe Gadah Punya
Durung Dêrêng Durung Dêrêng Belum
Dulung Ndahari Dulang Ndahari Suap (Makan)
Duit Yatra Duit Yatra Uang
Doyan Purun / Kersa Doyan Purun / Kersa Suka / Mau
Dom Jarum Dom Jarum Jarum
Dolan ? Dolan ? Main
Dina Dintên Dina Dintên Hari (Sedinten-dinten = Sehari-hari)
Di Di Di Dipun Di (Imbuhan) Cirebon Bebasan : "Dibarokahi", dialek Indramayu Krama : "Dipun Barokahi"
Dhadha Jaja Dhadha Jaja Dada
Dewek Piyambêk

Sendiri
Dawuk ?

Dewasa
Dandan ? Dandan Dandos Berhias
Damar Pandhêm Damar Pandam Lampu
Dalan Dêrmagi Dalan Marga Jalan
Dake Gadah

Punya (Dapat)
Dagang Sadean Dagang Sadean Dagang
Dadi Dados Dadi Dados Jadi
Cêg ? Cêkêl Ngasta Pegang Cêgcêgan (Pegangan)
Cungur Irung Cungur Irung Hidung
Cukur Paras Cukur Paras Cukur
Coba Cobi Coba Cobi Coba
Cilik Alit Cilik Alit Kecil
Carita ? Crita Crios Cerita
Caos Seba ? ? Menghadap / Menemui
Cangkêm Lêsan Cangkêm / Tutuk Lêsan Mulut
Bênêr Lêrês Bênêr Lêrês Benar
Bêngên Rumiyen Bêngên Rumiyin / Sengen Dahulu
Bêngi Dalu Bêngi Dalu Malam
Buwang Bucal Buwang Bucal Buang / Melemparkan
Buru-Buru Kêsusu Buru-Buru Bujêng-bujêng Tergesa-gesa
Buri Wingking Buri / Guri Wingking Belakang Nang Buri, Teng Wingking (Di Belakang)
Bulit ?

Curang
Bubar Bibar Bubar Bibar Bubar
Brêsi Rêsik Bersih Rêsik Bersih
Bonggan ?

Awas! Digunakan ketika kesal pada sesuatu atau Menantang
Bokat ?

Takut / Barangkali "aja ning ngerep nok..!!, bokat ketendang!" (jangan di depan nak!! (perempuan), Takut tertendang!) "isun arep ngulur batur-batur nang alun-alun, bokat bae ana mengkana" (saya hendak mencari anak-anak di alun-alun, barangkali saja ada di sana)
Bocah / Anak Lare Anak Lare Anak
Bobad ? Bobad
Bohong
Beras Uwos Beras Uwos Beras
Bendrongan ?

Main Musik (Main Musik Dengan Alat Seadanya disebut "Bendrongan"
Beli / Ora Boten

Tidak
Belajar Sinau / Ginau Belajar Sinau Belajar
Belah Palih Belah Palih Sepalih (sebelah)
Bebek ? Bebek Kambangan Bebek
Bawi ? Celeng Andhapan Babi
Batur Rencang Batur Rencang Kawan
Bari Kaliyan Bareng Sesarengan Bersama
Bapak Rama Bapak Rama Bapak
Banyu Toya Banyu Toya Air
Banyu Toya Banyu Toya Air
Balik Wangsul Balik Wangsul Pulang
Baka Menawi Baka Menawa Kalau
Bagus Sae Bagus Sae Bagus
Bagen Sanggine Bagen Kêrsanipun Biarkan
Bae Mawon Bae Mawon Saja
Ayam Sawung Ayam Sawung Ayam
Awan Siyang Awan Rina / Siang Siang
Awak Selira / Badan Awak Salira / Badan Badan
Aturan Pakem

Aturan
Ati Manah Ati Manah Hati
Asu ? Asu Segawon Anjing
Asli ? Asli Sesupe Asli
Arep mendhi Bade pundi Arep mendhi / Garep Mendhi Bade pundi Mau ke mana?
Arep Ajeng Arep Ajeng Akan
Aran Jeneng / Asmi Aran Nami/Asmi Nama
Apik Sae Apik Sae Baik
Apa Punapa Apa Punapa Apa
Antarane Antawise Antarane Antawise Antaranya
Angon Angen Angon Angen Gembala Ngangon Kebo (Menggembala Kerbau)
Angel Susah Angel Sesaha Susah
Ana Wenten Ana Wonten Ada
Amit /Permisi ? Amit Nuwun Sewu Permisi
Ambir Supadon

Biar
Amba Wiwir Amba Wiyar Luas
Amarga Amargi

Akibat (amargi ingsun mboten uning kepripun pakemipun basa Bebasan Cirebon ingkang leres = akibatnya saya tidak tahu bagaimana peraturan bahasa Bebasan Cirebon yang benar)
Alih ?

Pindah (Ingsun sampun ngalih teng Kuningan = Saya sudah pindah ke Kuningan)
Alas / Luwung Wana Alas Wana Hutan
Aku Akên

Aku (Mengaku) ngaken (mengaku)
Aki Ki Kaki ? Kakek
Akeh Katah Akeh Katah Banyak
Aja Sampun

Jangan (Sampun teng Riku! = "Jangan Disitu!"
Aig / Age Aglis Cepet / Gage Enggal Segera
Agama Agami Agama Agami Agama
Adus Siram Adus Siram Mandi
Adu Aben Adu Aben Adu
Adol Sadean Adol Sadean Dagang
Adoh Tebih Adoh Tebih Jauh
Adhi Yayi Adi Yayi Adik (Perempuan)
Adhi Ayi Adi Rayi Adik (Laki-Laki)
Adhem ? Adhem Asrep Sejuk
Abot ? Abot Awrat Berat
Abang Abrit Abang Abrit Merah
Abad ? Abad Lestantum Abad
? Kajaba

Kecuali
? Lan

Dan
? Maksad

Maksud (Maksadipun = Maksudnya)
? Wiraos

Bicara
? Kah

Itu (dekat dari si pembicara)
? Leb

Tutup "Dileb = Ditutup" (Penggunaan Pada "Pintu")
? Jentik

Kelingking
? ? Embun-embunan Pasundulan Embun-embun
? Serat Jungkat Serat Serabut / Serat
? Bethek Adang Bethak Menanak Nasi
? Waras

Sehat
? ? Kengulu Kajang Bantal


Kuwatir Kuwaos Khawatir


Kalah Kawon Kalah

Dialek Bahasa Cirebon

Menurut Bapak Nurdin M. Noer Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon, Bahasa Cirebon memiliki setidaknya ada beberapa dialek, yakni Bahasa Cirebon dialek Dermayon atau yang dikenal sebagai Bahasa Indramayuan, Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh) atau Bahasa Jawa Separuh, Bahasa Cirebon dialek Plered dan dialek Gegesik (Cirebon Barat wilayah Utara)

Bahasa Cirebon dialek Jawareh (Jawa Sawareh)

Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh (separuh) merupakan dialek dari Bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Brebes, atau sekitar Perbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kuningan. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan dari separuh Bahasa Jawa dan separuh bahasa Sunda.

Bahasa Cirebon dialek Dermayon

Dialek Dermayon merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan secara luas di wilayah Kabupaten Indramayu, menurut Metode Guiter, dialek Dermayon ini memiliki perbedaan sekitar 30% dengan Bahasa Cirebon sendiri. Ciri utama dari penutur dialek Dermayon adalah dengan menggunakan kata "Reang" sebagai sebutan untuk kata "Saya" dan bukannya menggunakan kata "Isun" seperti halnya yang digunakan oleh penutur Bahasa Cirebon.

Bahasa Cirebon dialek Plered (Cirebon Barat)

Dialek Plered merupakan dialek Bahasa Cirebon yang digunakan di wilayah sebelah barat Kabupaten Cirebon, dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "Sira", dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat ini menggunakan kata "Siro" untuk mengartikan "Kamu", kata "Apa" menjadi "Apo" dan Jendela menjadi "Jendelo". Penutur dialek yang menempati kawasan barat Kabupaten Cirebon ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "Wong Cirebon", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan Bahasa Cirebon standar (Sira) yang menyebut diri mereka sebagai "Tiang Grage", walaupun antara "Wong Cirebon" dan "Tiang Grage" memiliki arti yang sama, yaitu "Orang Cirebon"

Bahasa Cirebon dialek Gegesik (Cirebon Barat wilayah Utara)

Dialek Gegesik merupakan dialek yang digunakan di wilayah Cirebon Barat wilayah Utara disekitar Kecamatan Gegesik, Bahasa Cirebon dialek Gegesik sering digunakan dalam bahasa pengantar Pewayangan oleh Dalang dari Cirebon dan kemungkinan dialek ini lebih halus ketimbang dialeknya "wong cirebon" sendiri.

Perbandingan Dialek Bahasa Cirebon

Bahasa Cirebon Baku Dialek Indramayu Dialek Plered Dialek Ciwaringin Indonesia
Ana (Bagongan) Ana Ano Ana Ada
Apa (Bagongan) Apa Apo Apa Apa
Bapak (Bagongan) Bapak mama Bapa / Mama Bapak
Beli (Bagongan) Ora Oro/Beli Beli / Ora Tidak
Dulung (Bagongan) Dulang Dulang Muluk Suap (Makan)
Elok (Bagongan) Sokat Lok Sok Pernah
Isun (Bagongan) Reang Isun Isun / Kita Saya
Kula (Bebasan) Kula Kulo Kula Saya
Lagi apa? (Bagongan) Lagi apa? Lagi apo? Lagi Apa Sedang apa?
Laka (Bagongan) Laka Lako Laka Tidak ada
Paman (Bagongan) Paman Paman Mang Paman
Salah (Bagongan) Salah Salo Salah Salah
Sewang (Bagongan) Sewong Sawong - Seorang (Masing-masing)


Dari: Wikipedia